top of page

7 UNSUR KEBUDAYAAN MASYARAKAT SUKU TANIMBAR

Brilian Kulwembun - 8 November 2021


TANIMBAR

Tanimbar merupakan nama dari sebuah kepulauan yang terdapat di Provinsi Maluku. Kepulauan ini sekarang sudah menjadi sebuah daerah otonom dengan nama Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), dengan Kota Saumlaki sebagai ibu kota kabupaten. Kepulauan ini memiliki 85 pulau, dengan 57 pulau yang sudah berpenghuni dan 28 pulau lainnya yang belum ada penghuninya. Menurut Nico de Jonge dan Tos van Dijk, kepulauan ini termasuk salah satu diantara “forgotten Islands Of Indonesia” (Pulau-pulau Indonesia yang terlupakan)

Meskipun kepulauan ini merupakan salah satu di antara pulau-pulau yang terlupakan di Indonesia, tetapi sesungguhnya di kepulauan ini tersimpan banyak kekayaan budaya dan kearifan-kearifannya. Banyak peneliti yang telah datang ke tempat ini, baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk melakukan penelitian dan ini dapat memberi indikasi mengenai kekayaan kebudayaan dan mungkin juga kekayaan alam di kepulauan ini.


Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini saya akan mencoba untuk membahas tentang 7 Unsur Kebudayaan Masyarakat Suku Tanimbar, karena sebagai “Putra Tanimbar”, saya sangat berharap semoga dengan adanya penjelasan saya melalui artikel ini, kelak kekayaan kebudayaan dan kearifan dari masyarakat suku Tanimbar akan dapat lebih dipahami oleh saya sendiri sebagai penulis yang telah hidup dan besar di tanah rantau dan kelak dapat dikenal juga oleh masyarakat lain di luar sana.


UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN

Sesuai dengan unsur kebudayaan universal (universal categories of cultures) yang dikemukakan oleh Clyde Kay Maben Kluckhon (1953), sistem kebudayaan dibagi menjadi tujuh unsur kebudayaan, yaitu :

1. Sistem religi

2. Sistem organisasi masyarakat

3. Sistem pengetahuan

4. Bahasa

5. Kesenian

6. Sistem ekonomi

7. Sistem teknologi


Berdasarkan unsur kebudayaan yang ada diatas, maka dalam kesempatan ini kita akan langsung membahas tentang “7 Unsur Kebudayaan Masyarakat Suku Tanimbar” lengkap dengan kekayaan kebudayaan dan kearifannya.



7 UNSUR KEBUDAYAAN MASYARAKAT SUKU TANIMBAR :


1. Sistem Religi

Religi berasal dari bahasa latin dan dari kata kerja re-ligare yang berarti “mengikuti kembali”. Maksudnya, berealigi akan membuat sesorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Berealigi berarti beragama dan dalam hal ini orang Tanimbar juga demikian. Dalam beragama, selain menganut salah satu agama besar seperti agama Katolik dan Protestan, orang Tanimbar juga tetap menghidupkan kepercayaan-kepercayaan asli mereka yang dapat dikelompokan sebagai berikut :


a) Kepercayaan akan Yang Ilahi

Orang Tanimbar percaya akan adanya Yang Ilahi. Mereka menyebut Yang Ilahi dengan rupa-rupa nama. Pemberian berbagai nama kepada Yang Ilahi ini menyatakan mengenai siapakah Yang Ilahi itu bagi mereka dan seperti apakah penghayatan mereka mengenai Yang Ilahi

Bentuk-bentuk dari penghayatan terhadap Yang Ilahi itu dapat dijelaskan sebagai berikut.

· Duad ila’a/Nduwe silai (Tuhan, pemilik atas umat manusia dana alam semesta),

· Ubula’a/Empun silai (Leluhur Agung ata Leluhur besar)

· Ratu (Penguasa yang kedudukan-Nya lebih tinggi daripada segala makhluk)

· Ompak-Langit (Ompak berarti tanah dan Langit berarti Langit. Dengan ini, Yang Ilahi dihayati sebagi kesartuan antara bumi dan langit)

· Lere-Bulan (Dengan nama ini, Yang Ilahi ditunjuk sebagai kesatuan antara Matahari yaitu Lere dan Bulan yaitu Bulan)


b) Animisme

Orang Tanimbar juga menganut paham animisme. Paham ini terlihat dari kepercayaan mereka bahwa dunia ini, di tempat-tempat tertenu, dan benda-benda tertentu ada tuannya atau rohnya. Contoh dari animisme orang Tanimbar adalah adanya ungkapan-ungkapan seperti nuhu duan (pemilik pulau), ahu duan/bnue nduin (pemilik kampung), abat duan/ambit nduin (pemilik hutan), dan nangan duan (pemilik lahan pertanian).


c) Dinamisme

Kepercayaan dinamisme dalam kehidupan orang Tanimbar diungkapkan dalam pelbagai bentuk keyakinan. Misalnya, anggapan tentang tempat sirih (luf/luvu) dari orang tua-tua adalah sesuatu yang “panas”, karena itu anak-anak kecil tidak diperbolehkan untuk menyentuhnya jika tidak ingin tangan mereka terkena borok.

Dalam hubungan dengan dengan dinamisme, orang Tanimbar adakalanya juga mengunakan mantra-mantra, walaupun ini bukanlah hal yang terlalu lazim. Misalnya, jika seseorang kecurian, ia dapat membuat patung kecil dari daun sagu (gaba-gaba) atau dari kayu yang mengambarkan mengenai si pencuri,benda itu disebut walun. Kemudian dengan rumus sebuah doa kepada Yang Ilahi dan roh-roh orang mati, ia meminta supaya si pencuri diambil dan dihukum karena kejahatannya.. Orang Tanimbar juga mengenal yang namanya weat/wase, suatu jenis jimat yang biasanya digantung pada pohon buah-buahan dengan maksud untuk menjaga buah pohon-pohon itu dari pencurian.



2. Sistem Organisasi Masyarakat

Sistem dan organisasi masyarakat ada dengan tujuan memudahkan dan mencapai tujuan masyarakat itu sendiri, oleh karenanya terdapat pembagian-pembagian kerja tertentu pada masyarakat tersebut. Sistim dan organisasi masyarakat Tanimbar kini telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman.

Sejak zaman dahulu system pemerintahan setiap desa di Tanimbar dipimpin oleh seorang Raja. dan dibantu oleh kepala - kepala soa.


Proses pemerintahan yang demikian sedikit berubah ketika terjadi perubahan undang-undang yang di haruskan semua Negeri merubah sistem pemerintahannya menjadi Desa, yang menggunakan Kepala pemerintahan. Dengan demikian sistem monarki tadi sedikit di modifikasi yakni masyarakat berpendapat bahwa baiknya ada perpaduan antara kedua system ini, yakni tetap mempertahankan kepala soa namun di tambahkan dengan kepala urusan, sedangkan untuk pengganti Raja di beri nama Kepala Desa, Namun dalam sistem ini jika seorang individu yang hendak mencalonkan diri sebagai kepala desa maka yang bersangkutan harus terlebih dahulu mendapatkan restu dari keluarga raja.


Pada masa sekarang yakni setelah adanya sistem demokrasi yang mengharuskan masyarakat memilih kepala Desa secara langsung. Masyarakat tetap mempertahankan sistim yang ada yakni tetap mentaati aturan adat dan juga aturan pemerintah yang ada, sistem ini terus dibagun dan di jaga hingga sekarang, namun harus di ketahui, bahwa tidak semua marga/mata rumah yang ada di suatu desa berhak memangku jabatan sebagai raja/kepala desa, hanya marga tertentu saja dan harus di setujui oleh keluarga atau keturunan raja. Setiap calon kepala desa yang ada harus mendapat rekomendasi dari masing-masing soa yang ada, kemudian setelah di pilih dan berhasil maka yang bersangkutan harus meminta restu dari keluarga raja.


Sekarang peran kepala desa sangat vital dalam pelaksanaan roda pemerintahan. Segala urusan tentang perdagangan, perlindungan, pengayoman, pengabdian, penanggung jawab dan sebagainya yang ada di dalam desa berada dalam genggaman tangan kepala desa. Meskipun secara formal kepala desa yang berkantor di kantor balai desa, jam kerjanya dimulai dari hari senin s/d sabtu, pada pukul 08.00 - 13.30 WIT. Namun dalam pengimplementasinya, pelayanan kepala desa yang diberikan terhadap masyarakat jauh lebih dari pada itu, hal ini dapat terlihat dari adanya pelayan di rumah kepala desa dalam waktu 24 jam penuh jika dibutuhkan



3. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan itu mencakup semua pengetahuan yang dimiliki anggota-anggota suatu masyarakat tentang alam, tumbuh­-tumbuhan, binatang, ruang dan waktu, serta benda-benda yang terdapat di sekeliling tempat hidup masyarakat, suku bangsa atau bangsa yang bersangkutan.

Sistem pengetahuan itu timbul akibat kebutuhan-kebutuhan praktis dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia di dalam kehidupannya sehari-hari, serta digunakan oleh manusia untuk keperluan- keperluan praktis pula, seperti untuk bercocok tanam, berburu, berlayar, bepergian, dan mengobati berbagai penyakit yang diderita manusia.


Berdasarkan penjelasan tentang pengetahuan, maka dalam kesempatan ini kita akan mencoba menjelaskan sistem pengetahuan dari masyarakat suku Tanimbar dengan membaginya dalam 2 dua periode waktu yaitu :


a) Pada zaman dahulu.

Pada zaman dahulu masyarakat suku Tanimbar belum mengenal adanya tahun, bulan, minggu, hari dan jam. Walaupun demikian mereka telah berkebun dan menangkap ikan dengan perhitungan musim berdasarkan gejala – gejala alam yang sedikit banyak berulang secara teratur selama setahun, hal yang dimaksud yakni ; hujan , panas, angin, dan air pasang. Semua ini mempengaruhi perladangan dan penangkapan ikan. Secara umum, orang Tanimbar sering membagi pengetahuan mereka tentang musim menjadi :

· Barat luryain : Permulaan dari musim kemarau dengan hujan dan angin sedikit.

· Kulur anak ni aria dan sul kanak : musim hujan yang mengganas dengan dengan lebatnya dan Angin teduh dengan dampak hujan, dan terdampar sekor cacing kecil.

· Kulur silai ni aria : Angin kencang dari sebelah barat, dan sukun menjadi matang

· Mnaur barat ma timur raendat sir : angin bertiup kadang dari sebelah timur dan kadang dari sebelah barat.

· Sul tetetak : Pemisahan antara musim barat dan musim kemarau

· Timur lurlain dan timur tenan : awal musim kemarau dan pohon Torim berbuah.

· Ler lurlyain dan ler metyefu : permulaan musim panas dan angin timur masih kencang serta badan musim panas merupakan massa yang cerah dan teduh. Biasanya pada masa ini, masyarakat sering membuka ladang baru.

Selain berbagai hal diatas, masyarakat Tanimbar juga memiliki pengetahuan tentang cara penyembuhan penyakit dengan cara yang alamiah menggunakan jenis obat-obatan yang hanya direbus untuk dimandi atau diminum, yang berasal dan dari daun atau akar pohon yang dimamah untuk kemudian disembur kedaerah yang sakit. Salah satu contoh adalah penyembuhan sakit perut. Hal lain yang merupakan bentuk dari pengetahuan zaman dahulu orang Tanimbar adalah pengetahuan mereka untuk membuat benda – benda penunjang aktifitas perladangan, berburu dan menangkap ikan.


b) Pada zaman sekarang

Setalah masuknya bangsa Eropa ke daerah Tanimbar, sitem pengetahuan yang diresapi oleh masyarakat sudah menjadi lebih modern karena pada waktu itu mereka sudah dapat bersekolah pada Sekolah Rakyat (SR). Kemudian persekolahan telah berkembang sampai seperti saat ini yaitu TK, SD, SMP dan SMA. Selain itu, saat ini telah banyak juga masyarakat Tanimbar yang telah memiliki status pendidikan Strata satu(S1), Strata dua(S2) dan bahkan Strata 3 (S3), meskipun pada prosesnya orang Tanimbar juga harus melalukan study di luar Kepulauan Tanimbar karena belum adanya infrastruktur pendidikan lanjutan (Perguruan tinggi) yang memadai.


4. Bahasa

Kepulauan Tanimbar dengan luas wilayah daratan 5.936 km² mempunyai empat bahasa daerah, dengan kurang lebih enam dialek. Bahasa-bahasa daerah tersebut adalah :


· Bahasa Seira-Larat-Fordata ; Bahasa ini adalah bahasa yang umumnya digunakan di Pulau Seira, Larat, Fordata dan beberapa pulau kecil lain di sebelah pulau Yamdena. Dalam buku-buku antropologi mengenai Tanimbar, sering disebutkan bahwa nama bahasanya adalah Bahasa Fordata. Nama itu diberikan karena mungkin di tempat itu penelitian mereka di fokuskan. Apapun namanya, yang jelas adalah bahasa yang dipakai adalah bahasa yang sama tetapi dengan dialek yang berbeda, yaitu dialek Seira, dialek Larat-Fordata dan dialek Molu-Maru


· Bahasa Yamdena Timur ; Bahasa ini digunakan di kampung-kampung di pesisir timur Pulau Yamdena. Bahasa ini juga mempunyai dua dialek, yaitu dialek Nus Das (Utara) dan dialek Nus Bab (Selatan).


· Bahasa Selwasa ; Bahasa ini sering juga disebut Bahasa Makatian atau Maktian. Bahasa ini digunakan oleh tiga kampung di pulau Yamdena bagian barat, yaitu Makatian, Wermatan, dan Otemer. Sekarang Otomer sendiri telah terbagi menjadi dua kampung, yaitu Batu Putih (Otemer) dan Marantutul.


· Bahasa Selaru : Bahasa ini digunakan oleh semua kampung di Pulau Selaru, kecuali sebagian Kampung Adaut. Bahasa ini juga digunakan di sebagian Kampung Latdalam di Pulau Yamdena dan Lingada di Pulau Nuswotar.



5. Sistem Ekonomi

Orang Tanimbar pada umumnya hidup sebagai petani ladang. Pertanian menjadi tumpuan utama kehidupan mereka. Hasil-hasil kebun menopang kehidupan mereka dan membiayai pendidikan anak-anak mereka. Di tempat-tempat tertentu di Tanimbar, kekayaan laut, seperti ikan, teripang, kerang dan pelbagai jenis hasil laut lainnya, menjadi penyangga yang lain untuk hidup mereka. Hidup dari berburu babi dan kerbau tidak lagi menjadi hal yang biasa bagi mereka. Hal ini mungkin disebabkan karena hutan di Tanimbar yang makin hari makin kecil akibat pola hidup mereka sebagai petani ladang yang berpindah-pindah, penebangan hutan, dan pengambilan kayu untuk tujuan komersial serta HPH. Ada juga yang mulai berternak dengan memelihara ayam, babi, kerbau dan sapi, walaupun jumlahnya tidak seberapa. Sebagian kecil masyarakat Tanimbar menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI/Polri dan pegawai swasta. Dengan Tanimbar menjadi satu daerah otonomi baru, hampir setiap tahun pemerintah menerima PNS baru.


6. Kesenian

Di Tanimbar, ada beragam kesenian yang hidup. Kesenian itu seperti seni tari, seni pantun dan seni ukir. Beragam seni dari Tanimbar itu sebagai berikut :


a) Tnabar ila’a ; “tarian kebesaran” orang Tanimbar. Tarian ini biasa ditampilkan dalam acara-acara adat yang besar yang disebut ngiri/ngri/ngriye dan upacara persahabatan antar kampung atau kidabela/kesilibur/lawai. Tarian ini biasanya melibatkan banyak orang, baik laki-laki maupun perempuan.

b) Tnabar faneva (menumbuk) ; tarian ini merupakan tarian ucapan syukur atas panenan, terutama panenan padi. Tarian ini juga dimainkan oleh banyak orang.

c) Angkosi atau Sabak ; merupakan tarian yang biasanya ditampilkan untuk memeriahkan acara-acara penyambutan orang terkemuka. Tarian ini diiringi dengan tifa, suling dan gong.

d) Siaval berbalasan ; merupakan suatu jenis tarian yang dibawakan dalam rangka membat pertandingan berbalas-balasan pantun adat. Tarian jenis ini biasanya dibawakan atau dibuat antar kampung. Pantun adat disebut dengan nama kave/tinlain dan biasanya dibawakan dalam bentuk lagu yang disebut foruk.

e) Tnabar lilike ; merupakan tarian yang dibawakan sambil duduk membentuk lingkaran, menggerakan badan dan kepala ke kiri dan ke kanan sambil menyanyikan pantun-pantun.

f) Tnabar temar/kbar ; tarian yang dimainkan oleh banyak orang dengan menggunakan bambu atau gaba-gaba.

g) Tnabar kalkulun ; merupakan tarian kemenangan perang. Tarian ini dibawakan oleh orang banyak.

h) Badendang ; merupakan tarian yang dipentaskan dalam bentuk lingkaran, para penarinya berpegang tangan dan menari mengikuti irama musik tifa dan gitar sambil menyanyikan lagu-lagu yang disertai dengan berbalasan pantun.


Selain memiliki seni tari dan pantun, orang Tanimbar juga memiliki seni ukir. Hal ini dapat terlihat dari patung ukiran yang terbuat dari kayu atau dari tanduk kerbau, tulang, batu dan gading. Patung-patung kecil itu disebut walut dalam bahasa Yamdena Timur. Pada bagian-bagian ujung rumah orang Tanimbar terlihat juga ukiran kayu yang sisebut dengan nama kora. Pada tangga-tangga kampung adakalanya terdapat juga ukiran dalam bentuk binatang. Meskipun adanya ukiran-ukiran itu, Drabbe mengatakan bahwa seni ukir yang terdapat di Tanimbar sangat sedikit dan sudah sulit ditemukan saat ini (Drabbe, 1989: 180)



7. Sistem Teknologi

Teknologi berasal dari kata teknik dan higos yang berarti teknologi adalah ilmu tentang teknik. Teknik adalah cara pengetahuan untuk membuat atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan produksi.

Munculnya teknologi disebabkan karena manusia berupaya melaksanakan mata pencaharian hidupnya, mengorganisasi masyarakatnya, mengekspresikan rasa keindahan dalam memproduksi hasil-hasil keseniannya.

Berdasarkan penjelasan teknologi diatas, maka dalam kesempatan ini kita akan mencoba lagi untuk menjelaskan tentang sistem teknologi dari masyarakat suku Tanimbar dengan membaginya dalam 2 dua periode waktu yaitu :


a) Pada zaman dahulu

Untuk memudakan kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seperti bercocok tanam, berburu dan menangkap ikan, masyarakat Tanimbar kemudian menciptakan bebagai teknologi seperti :

· Tugal (Snyayal) : digunakan untuk membuat lubang tempat penanaman ubi. Proses pembuatannya dengan meruncing kayu dengan panjang kira – kira 2m, dilengkapi dengan sebatang kayu yang dilintang agar dapat diinjak.

· Bakul (Boti) : Bakul yang terbuat dari daun kelapa yang masih muda, dengan teknik anyaman dan digunakan untuk membawa makanan.

· Silu : Terbuat dari serabut Lontar dengan teknik anyaman, berbentuk setengah lingkaran kecil, digunakan untuk menaruh hasil dari penangkapan ikan.

· Nyiru (lipan) : terbuat dari kulit bambu dianyam dan membentuk suatu bundaran kecil digunakan untuk menampih beras.

· Lesun (Nesun) dan anaknya (Alu) : Digunakan untuk mengolah padi menjadi beras, terbuat dari batang pohon. Alu dibuat dari ranting pohon.

· Solan (tombak) dan Busur kedua jenis ini digunakan untuk berburu di hutan dan menangkap ikan di laut.

· Mencaduh (kapak) ; untuk menebang pohon.

· Perahu (sori) legkap dengan pendayung dan tokon ; alat pengangkut ketika melewati air laut, dan ketika menangkap ikan.



b) Pada zaman sekarang

Seiring dengan perkembangan zaman dan hasil – hasil penemuan teknologi yang lebih canggih dan mudah digunakan, maka sebagian dari teknologi yang ada pada zaman dahulu telah ditinggalkan oleh masyarakat Tanimbar dan sebagian juga masih dipertahankan. Teknologi yang telah ditinggalkan oleh masyarakat Tanimbar adalah mencaduh, pendayung, tokon, solan, teknologi ini telah di gantikan dengan teknolog yang lebih canggih seperti sensor untuk menebang kayu, mesin ketinting sebagai alat penggerak perahu dan perahu yang lebih besar (body).


Sistim mata pencaharian masyarakat Tanimbar pada zaman sekarang bukan hanya petani dan nelayan melainkan guru, pegawai, dan buruh kasar/bangunan serta jenjang pendidikan yang memadai maka masyrakat Tanimbar juga telah mengenal berbagai jenis teknologi yang ada didunia mulai dari radio, televisi, hp, sound system, computer, mobil, alat alat besar yang digunakan dalam perusahan, dan alat – alat untuk membangun suatu gedung yang besar dan lebih mudah digunakan.





DAFTAR PUSTAKA



Buku : “Basudara Orang Tanimbar. Model Kearifan Lokal”. Karya : Amrosius Wuritimur, Pr








Comments


bottom of page