top of page

Duta Peduli Kesehatan Jiwa

Oleh : Yohanes B. F. Kulwembun


Di suatu sore yang begitu indah, dengan lukisan alam berwarna jingga yang terukir pekat di langit yang mulai menggelap. Di sela-sela berisiknya suara kendaraan yang sedang lalu lalang, orang berjualan, serta canda tawa yang terdengar dari para pengunjung Kota Jawa yang sedang menikmati senja di pantai itu. Bermodalkan dua gelas pop ice dan sepiring pisang goreng yang kami pesan dari salah satu penjual yang ada di sana, aku dan salah satu teman perempuanku yang baru saja bertemu, setelah sekian lama sibuk dengan aktivitas masing-masing, pada akhirnya memutuskan untuk mulai duduk dan berbaur ditengah keramaian yang ada, sambil membagikan berbagai kisah pribadi yang kami anggap menarik untuk diceritakan.


Dalam proses diskusi santai yang kami lakukan saat itu, ada banyak sekali hal yang ia ceritakan dengan baik kepadaku. Namun dari sekian banyak kisah yang ia bagikan, cerita tentang dipilihnya dia sebagai Duta Peduli Kesehatan Jiwa Maluku, adalah kisah yang menurutku paling menarik untuk aku bagikan disini.


Perkenalkan, nama dari teman perempuanku yang telah disebutkan terlebih dahulu kisahnya diatas adalah Sintia Tehupelasury. Ia biasa dipanggil Sintia oleh kebanyakan orang, tapi untuk beberapa temannya, ia lebih nyaman dipanggil dengan nama Kunty. Entah darimana asal-muasal nama Kunty ini ada, aku pun tak tahu akan hal itu. Perempuan kelahiran Desa Tulehu, 15 Mei 2002 ini merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara di keluarganya. Saat ini, wanita manis khas Maluku yang selalu tampil dengan busana muslimnya ini masih berstatus sebagai salah satu mahasiswa di Program Studi Bimbingan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura Ambon


Dalam kisah yang ia bagikan, yang menjadi alasan mengapa gadis 19 tahun ini memutuskan untuk ikut bersaing dalam kontes pemilihan duta kesehatan jiwa yang diadakan di media sosial, adalah karena ia menilai bahwa penerapan ilmu psikologi di Indonesia, apalagi di Indonesia bagian timur ini masihlah terasa minim. Oleh karena alasan itu, sebagai seorang mahasiswa program studi bimbingan konseling yang sedikit mempelajari tentang ilmu psikologi, ia harus berani mulai membuat suatu gerakan perubahan dengan menjadikan dirinya sebagai “penyambung tangan” para psikolog kepada masyarakat yang belum terjamah itu.


Selain itu, Sintia juga menambahkan bahwa kesehatan jiwa juga adalah sesuatu yang sangat penting. Alasannya adalah karena meskipun kesehatan fisik dari seseorang terasa sedang baik, namun jika mental/kesehatan jiwanya sedang terganggu, tetap saja hal ini dapat dianggap sebagai sesuatu yang tidak baik. Sebagai contohnya, wanita ini juga berkata demikian ; “Coba dipikirkan Bril, bagaimana keadaan ketika kita mau mengambil suatu keputusan besar, tapi mental kita sedang tidak baik-baik saja? Apakah kira-kira langkah itu akan menghasilkan suatu keputusan yang baik? Atau sebaliknya keputusan itu malah akan menjadi suatu bomerang yang akan membahayakan kita kedepannya?”


Meskipun menurut Sintia, edukasi tentang kesehatan mental sangatlah penting untuk terus disosialisasikan secara masif. Namun karena sebagai Duta Peduli Kesehatan Jiwa dari Maluku, ia bukanlah mahasiswa yang mempelajari psikologi secara murni. Jadi, dalam memberikan edukasi pun, ia hanya bisa mengadakan beberapa webinar mendasar tentang kesehatan jiwa, seperti “Self Love” dengan harapan ketika orang sudah belajar mencintai dan menghargai dirinya sendiri, maka kedepan nya mereka juga bisa mencintai dan menghargai orang lain.


Selain itu, ia juga mengakui dengan jujur bahwa pengalamannya menjadi duta peduli kesehatan jiwa selama hampir setahun ini, terasa tidak terlalu banyak membawa perubahan di masyarakat. Menurutnya, hal ini dikarenakan adanya pandemi yang pada akhirnya juga membuat dirinya sulit dalam menjangkau masyarakat yang membutuhkan kehadirannya

Meskipun demikan, Sintia masih tetap memilki harapan besar bahwa semoga di akhir periode dirinya sebagai Duta Peduli Kesehatan Jiwa Maluku 2021, dia yang tinggal di lingkungan dengan mayoritas anak remaja yang hamil di luar nikah ini, kemudian dapat sedikit membantu masyarakat dengan aksinya, yang rencananya akan dilakukan dengan cara pemberian edukasi kepada setiap orang tua agar lebih peka dalam mengasuh anak-anak mereka dengan cara yang lebih baik lagi. Menurutnya, ini adalah salah satu pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan olehnya. Alasannya karena jika seorang anak belum matang secara usia maupun mental, namun mereka tetap di paksa untuk berumah tangga oleh orang tuanya, maka pola yang menyebabkan kesenjangan didalam masyarakat ini akan terjadi secara terus-menerus.


Kurang lebih, itulah sepenggal kisah dari pengalaman Sintia yang ia bagikan kepadaku sore itu. Apakah harapan besar dan mulia dari gadis Tulehu satu ini, dalam memberikan edukasi tentang pentingnya mengasuh anak-anak remaja dengan baik, kepada setiap orang tua yang ada di lingkungannya dapat berjalan secara efektif? Kita tunggu saja pembuktian dari Duta Peduli Kesehatan Jiwa Maluku tahun 2021 ini!


Comments


bottom of page